AKU begitu senang rumahku kedatanganan seorang gadis cantik, adik sepupuku, Nadia namanya. Aku senang karena aku sudah bosan melihat adik-adikku. Mereka punya ‘batang’ semua, kecuali Mama. Mama gemuk, aku nggak selera dengan Mama.
Kalau boleh aku mendeskripsikan Nadia, usianya 19 tahun. Wajahnya mungil bersih dengan lesung pipit di pipi. Matanya jernih dan bibirnya basah bersemu merah. Kutaksir tingginya 165 sentimeter dengan payudara nomor 34. Memang kecil payudara Nadia. Terlihat dari bra-nya yang dijemur Mama di tali jemuran.
Kududuk di sofa di dekat Nadia yang sedang bermain handphone. Nadia menjulurkan kedua kaki mulusnya ke pahaku dan kulihat kuku kakinya tertata dengan cantik.
Aku meremas punggung kakinya yang hangat dengan telapak tanganku. “Nad, kita ngebakso yuk!” ajakku daripada diem di rumah aja.
“Nggak ahh, kenyang,” jawabnya tanpa memandang aku.
Kupandang paha Nadia yang sebagian tidak tertutup celana pendek. Kuremas betisnya. Tiba-tiba kakinya bergerak. Aduhhh…
“Haa… haa…” balasnya tertawa. “Keras…” serunya.
“Iyalah… kamu cantik! Setiap hari di rumah ini kan orangnya batangan semua?” jawabku.
“Kak Juan sudah punya pacar, ya?” tanya Nadia padaku.
“Belum, kalau punya pacar, ngeliat kamu nggak keras gitu. Kamu…?” tanyaku.
“Belum juga…” jawab Nadia. “Ada sih cowok yang ngejar-ngejar aku, tapi nggak ahh, maless…”
“Boleh nggak aku cium paha kamu?” tanyaku.
“Boleh aja…” jawab Nadia, lalu dia menarik satu kakinya pergi dari pahaku, dan diselipkan di belakangku sehingga aku berada di kedua kaki Nadia yang terbuka.
Aduhh… pikiranku langsung ngeres saja melihat gundukan di selangkangan Nadia yang menggelembung padat itu. Isi celana dalamnya pasti tembem, batinku menunduk mencium paha Nadia.
Selanjutnya penciumanku sudah bersarang di gundukannya. Nadia mencengkeram rambutku kuat-kuat dengan tangannya.
“Jangan ragu-ragu…!” serunya mendorong selangkangannya ke depan menggesek celananya naik-turun di wajahku.
Aroma selangkangan Nadia yang wangi hormon kewanitaannya itu seperti wangi kembang menarik lebah untuk menghisap nektarnya sehingga membuat aku mencium, melumat dan menyedot bau selangkangan Nadia dengan napsunya.
“Ahhh… Kak Juuu..aannhhaa… ooohh…” rintih Nadia dalam kenikmatan yang tiada tara.
Aku tidak menyangka napsu seks Nadia begitu tinggi cantik-cantik juga orangnya. “Mau pindah…?” tanyaku.
Nadia bangun dengan mata sayu. Kurangkul lehernya dan kukecup bibirnya. “Sering masturbasi ya kamu?” tanyaku.
Nadia tersenyum meringis. “Kok kamu tau?”
“Napsumu tinggi, kesenggol sedikit aja naik.” jawabku.
“Hampir setiap minggu aku harus masturbasi, aku kesepian di rumah.” jawabnya.
Aku mengajak Nadia ke kamarnya saja lebih aman, karena di kamarku tidak bisa, aku tidur dengan adikku dan ranjangnya bertingkat.
Nadia tidak sabar. Dia menurunkan celana pendekku di depan tempat tidur. Dia duduk dan aku berdiri di depannya, lalu dia mengulum kontolku dengan mulutnya.
O… astaga… desahku menahan napas, karena nikmat sekali kontolku yang dikulum-kulum Nadia di dalam mulutnya itu.
Tidak berapa lama air maniku rasanya seperti berkumpul di satu titik dan rasanya mau menghambur ke mulut Nadia ketika mulut Nadia memompa batang kontolku maju-mundur.
Dia bukan cewek biasa, batinku. Adalah bohong kalau dia males berpacaran. Tapi aku tidak mau memikirkan pribadi Nadia. Kalau aku ada kesempatan menikmati tubuhnya adalah sebuah kemenangan besar bagiku.
Aku tidak mau menunggu lama-lama lagi, aku segera mendorong Nadia ke tempat tidur, lalu menarik lepas celana pendeknya dan mencopot celana dalamnya. Kugenggam kontolku dan Nadia siap kusetubuhi. Dia membuka lebar pahanya ketika kontolku yang tegang menusuk lubang vaginanya.
Srett… srettt… sreettt… Nadia mendorong selangkangannya ke depan. Blessss…. batang kontolku menembus lubang vagina Nadia tanpa halangan, kecuali lubang tersebut agak sesak dan membuat penisku sedikit ngilu.

“Kamu jangan ngomong ya…” katanya memanggil aku ‘kamu’ bukan Kak Juan lagi.
“Ngomong apa?” jawabku.
“Nanti kamu ngomong lagi aku sudah gak perawan…”
“Jieee…. emang mulutku ember?” kataku.
Aku tarik keluar sedikit kontolku, lalu kuhujamkan ke lubang selangkangan Nadia. Nadia memutar pantatnya sehingga kontolku terasa seperti dipelintir. Dia tersenyum. “Enak ya?” Nadia bertanya padaku.
“Iya enak,” jawabku. “Pantatmu pinter muternya. Pasti sudah sering…” kataku.
Pantat Nadia muter lagi, ooohhh…. oohhh…
Jangan keluar dulu, kutahan air maniku sambil kukocok kontolku maju-mundur di dalam lubang yang terasa mulai basah itu. “Ganti,” kata Nadia. “Aku yang di atas!”
Aku cabut kontolku. Kontolku terlihat basah dan berbau amis. Sementara itu Nadia melepaskan kaos dan BH-nya. Sudah kutebak payudaranya kecil. Dia melangkahi pahaku, lalu memegang kontolku yang tegak berdiri.
Kali ini hanya blessss saja, tanpa greget kontolku langsung mendiami lubang vagina Nadia yang paling dalam, lalu Nadia memaju-mundurkan pantatnya menggoyang kontolku. “Ouughh… mmmm… yesss, enak banget, sayang….” desahku.
“Punyamu juga enak… besar…” jawab Nadia. Tubuhnya yang telanjang itu bersih putih cemerlang tanpa cacat kecuali putingnya yang kecil menonjol itu yang berwarna coklat.
Aku bangun menghisap puting Nadia. Coott… coott… cott… puting Nadia yang licin itu terlepas terus dari mulutku.
Nadia mendorong aku ke tempat tidur. Dia mencium bibirku sambil lubang vaginanya memiting kontolku. Oo… astagaa…. Nadiaaaa…. jeritku dalam hati tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
Bagian bawah tubuhku mengejang hebat. Pantat Nadia semakin membelit kontolku yang hampir menyemburkan air mani. Akhirnya sherrr…. crrooottt… crrooottt…. crrooottt… crrooottt….
Aku terkulai ditindih Nadia. “Banyak latihan,” katanya. “Jangan hanya digoyang 2 kali saja sudah langsung ngecrot…”
Nadia 3 hari di rumahku, aku berkesempatan menikmati tubuhnya 2 kali. Dia memang belum punya pacar. Dia sangat kesepian di rumah, sehingga dia membuatnya ketagihan masturbasi dengan dildo.
Sampai berjumpa lagi Nadia.
“Kasihan tuh anak…”kata Mama setelah Nadia berjalan sendirian menarik kopernya masuk ke ruangan chek-in bandara.
“Kenapa sih?”
“Papa mamanya sibuk, anak satu nggak keurus….”
“Iya, dia ngomong sama aku dia kesepian…”
“Kelihatannya anak itu juga sudah bukan gadis lagi…”
“Lha… koq Mama tau?” tanyaku dengan jantung berdenyut sejenak.
“Kemarin dia minta Mama ngurut, dia telanjang, Mama lihat vaginanya sudah nggak mulus. Kalau gadis kan vaginanya nggak kayak gitu…” kata Mama.
Aku diam saja nggak berani menjawab Mama, aku takut keceplosan. Bisa mampus aku! Pesawat yang ditumpangi Nadia mengudara, aku merasa kehilangan.
Mungkin aku telah jatuh cinta pada Nadia, adik sepupuku.
04082020/20:38pm